Gengsi

GENGSI

"Beli mobil baru? Mobil lama kita aja, kreditnya belum lunas, Mih!" Ardo berteriak, mengacak rambutnya seolah frustasi.
"Over kredit lah, Pih. Hasil penjualannya dipake buat DP mobil baru. Simpel kan?" dengan enteng Farida menyodorkan brosur mobil mewah keluaran terbaru pada suaminya.

"Astaga ... Cicilannya sepertiga gajiku. Belum lagi nanti pajak kendaraan dan perawatannya," Ardo menggeleng-geleng. Rasanya ingin meremas brosur itu lalu menjejalkan ke mulut istrinya.
"Ah Papih, soal cicilan gak usah dipikirin. Katanya Papih bakal dapet proyek besar bulan depan. Yang penting gengsi Mamih gak turun di mata ibu-ibu sosialita. Malu dong, masa istri pejabat gak up to date mobilnya?"
"Duh gara-gara Papih nih, Mamih jadi telat berangkat ke arisan berlian di cafe de France," dipulaskan kembali lipstik matte berwarna pink dan dirapihkan bulu mata palsu hingga dandanannya dirasa makin mempesona.

"Pokoknya gak mau tau ya, minggu ini mobil Mamih harus udah ganti. Titik!"
Ardo hanya bisa terduduk lesu sambil memandang kepergian istrinya sore itu.
1 tahun kemudian.
Ramai diberitakan di berbagai media, seorang pejabat legislatif yang usianya terbilang masih muda, menjadi tahanan KPK karena terjerat kasus korupsi senilai milyaran rupiah.
Plakk ...
"Ini semua gara-gara kamu Farida! Untuk memenuhi gaya hidupmu yang glamour, anakku terpaksa korupsi!"
Tidak terima diperlakukan kasar oleh ibu mertuanya, Farida balas berteriak, "Ini memang sudah jadi kewajiban Mas Ardo, Mah. Suami itu wajib menafkahi dan memanjakan istrinya!"
"Jangan panggil aku Mamah! Mulai detik ini, kamu bukan menantuku lagi. Urus segera perceraianmu dengan Ardo," lembaran kertas dari Pengadilan Agama terlempar di hadapan wajah cantik mantan nyonya pejabat itu.

   Setelah resmi bercerai, Farida kembali ke rumah orangtuanya yang merupakan pensiunan Pegawai Negeri. Kehidupan mewahnya selama 4 tahun bersama Ardo tidak menyisakan banyak harta gono gini karena aset rumah tangga mereka telah disita oleh KPK.
Farida kini terseok-seok menjalani kehidupannya kini sebagai orang tua tunggal. Ia harus membesarkan seorang anak lelaki berusia 3 tahun, buah hati pernikahannya dengan Ardo.

Klik
Suara remote televisi berpindah chanel.
"Sinetron lebay ... Masa iya ada suami korupsi gara-gara memenuhi gaya hidup istrinya?" komentar Tini seraya memencet remote untuk mencari acara televisi yang lebih menarik.
Ruslan mendelik ke wajah sang istri, lalu menyeruput secangkir kopi, "Bisa aja, Bu. Sinetron terinspirasi dari kisah nyata, kehidupan di sekitar kita juga,"
"Ealah Paak ... Suami itu korupsi bukan karena tuntutan istri, tapi tuntutan wanita simpanannya!"
Ruslan hampir tersedak, "Gak semua suami sukses itu punya simpanan lho, Bue,"
"Istri itu nerimo, mendampingi suami dari nol. Mulai dari suami gak punya apa-apa sampe jadi pejabat. Jadi wajar, pas udah hidup enak, istri minta sedikit dimanjakan. Iya toh?"

Kata 'sedikit' diberi penekanan yang dalam oleh Tini.
"Masa manjain istri dijadikan kambing hitam penyebab korupsi? Itu sih bisa-bisanya alasan suami nutupin perselingkuhannya!"
Merasa disudutkan, Ruslan pun enggan menanggapi perdebatan. Ia lebih memilih merapihkan dokumen-dokumen pembuatan KTP, KK, dan Akte Kelahiran beberapa warga yang harus diurusnya ke kantor Catatan Sipil esok hari.
"Bapak ini, kok malah diem? Apa jangan-jangan merasa tersentil? Hayoo ngaku?"
Tini melotot menginterogasi suaminya.
"Serba salah aku, Bu. Kalo diem, dianggap merasa ... Kalo nanggepin dianggap membela diri,"
"Weslah mumet. Kodratnya istri selalu benar, gak pernah salah," Ruslan menggaruk-garuk kepalanya.


Tini tertawa terbahak-bahak. Tanda menyetujui suaminya.
"Iyalah, aku percaya kok. Bapak itu suami setia, penyayang anak istri dan gak akan berani macam-macam,"
"Sebagai tanda bukti cinta Bapak, boleh dong aku minta tambahan uang jajan buat piknik si Adek minggu depan ... Ya ya ya?"
Firasat Ruslan tepat, sanjungan itu berujung permintaan tambahan uang belanja. Padahal istrinya paham, gaji Ruslan sebagai pegawai kantor Kecamatan hanya mampu bertahan hingga pertengahan bulan saja.
"Mau nambah berapa?"
"500 ribu, Pak. Gak banyak kan?"
"Ibu-ibu kelas si Adek pada janjian pake baju warna ijo dan kerudung warna kuning. Dess code istilah kerennya. Aku gak punya koleksi warna ngejreng begitu, Pak. Jadi yo mesti beli baru. Sisanya nanti buat jajan di tempat wisata."

   Ruslan terdiam. Sibuk menghitung berapa banyak dokumen kependudukan yang harus ia 'calo'kan untuk mendapatkan bayaran sejumlah 500 ribu.
Belum habis otak Ruslan berputar, istrinya menimpali kembali,
"Tau gak, Pak? Uni Siti yang rumahnya di ujung gang sana, ganti mobil baru,"
"Mestinya kita juga udah waktunya beli mobil, Pak. Gak apa-apa walau mobil bekas. Jadi kan enak, kemana-mana bisa barengan pake mobil. Gak pake 2 motor kaya sekarang,"
"Cuaca terik, kepanasan. Musim hujan, kehujanan. Percuma aku rajin perawatan ke salon, dandan menor, baju modis, eh malah luntur di jalan."

   Ruslan semakin mumet mendengar ocehan Tini.
Rusti, putri sulungnya ... Konon perpaduan antara nama bapak dan ibunya. Untunglah nama bapaknya bukan Kuncoro, alhasil kolaborasi namanya nanti menjadi Kunti.
Rusti memandang nelangsa wajah kusut bapaknya. Kemudian dibacakan keras-keras buku primbon peribahasa,
"Besar pasak daripada tiang, artinya apa, Pak?"
Ruslan tersenyum simpul, namun Tini melengos,
"Ngomong apa toh kamu, Kak?"
"Baru inget ada PR Bahasa Indonesia, Bu," gadis berkacamata yang duduk di bangku kelas 2 SMP itu ngeles.
"Kalo Ibu banyak permintaan kaya gitu, bisa-bisa Bapak nanti korupsi kaya di sinetron tadi lho," lanjut Rusti pelan.
"Ckckck ... Ibu cuma minta tambahan 500 ribu sama mobil bekas, dibilang banyak permintaan? Kalo Ibu mintanya mobil mewah dan uang ratusan juta, itu baru namanya gak tau diri!" suara Tini menggelegar bagai speaker mushola.
Bapak dan Rusti kompak berpandangan, "Kuman di seberang lautan terlihat, gajah di pelupuk mata tak terlihat," sahut bapak dan anak berbarengan sambil menahan senyum.
Previous
Next Post »

berkomentar lah dengan bijak belajar menghargai karya orang lain Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon

Thanks for your comment